Kamis, 27 November 2014

GURU DAN SEBUAH KEHORMATAN



Teringat pidato pak menteri pendidikan yang baru dilantik sebulan lalu “Menjadi guru adalah bukan sebuah pengorbanan tapi sebuah kehormatan, Guru adalah garda terdepan pendidikan”.  Tapi fakta mengatakan lain bahwa yang terdepan tak berarti dia akan diutamakan.

Ada yang lebih utama dari sekedar mengurus nasib guru. Ada Guru yang dipotong gajinya menjadi setengah karena sudah disertifikasi. Guru yang malu menjadi guru karena gaji minim, guru yang direndahkan karena tak sekaya muridnya, guru yang dituntut berkarakter karena pemerintah membuat pendidikan berkarakter, guru yang dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa karena telah mencubit anaknya yang malas menulis, guru yang menunggu diangkat PNS, guru yang mengajar tanpa ruh perubahan, guru yang terpaksa menjadi guru karena menganggur, guru yang sering menambak nilai siswa, guru yang bingung target apa yang harus dicapai, guru yang ingin kaya dari profesi guru, guru yang digaji kurang dari 2 juta padahal per siswanya bayaran lebih dari 1 juta, guru yang dituntut profesional demi kualitas siswa, guru yang mengajar tanpa hati karena berharap materi, guru yang sering dimanfaati oknum untuk mau disertifikasi dan membayar SK turun untuk inpasing, guru yang ini dan itu, guru yang begini dan begitu. 

Sampailah lalu pada masalah berikutnya pada siswa yang menjadi korban. Tak ada yakin yang ditanam, tak ada percaya yang dipupuk, tak ada berani ang diberi, tak ada semangat yang diriuhkan, tak ada peduli yang dibiasakan, tak ada teladan yang baik untuk ditiru. Sehingga pada akhirnya pendidikan hanya berijazah dan tanpa banyak memberi jasa dalam mempengaruhi karakter setiap anak didiknya. 

Maka guru pun sendiri tak yakin dan ragu sendiri. Akankah ada anak didiknya yang bisa menjadi manusia mulia dan terbaik? Akankah ada muridnya menjadi manusia hebat? Akankah ada muridnya yang mendjadi manusia juara? . Jadilah si murid pun bingung kemana dan dimana jalan masa depannya kelak. 

Jika nasib guru tetap segini dan karakter guru tetap segitu. Maka akan terasa seperti membangun istana di alam mimpi jika mengharapkan masa depan bangsa secerah mentari pagi, seindah pelangi atau sedamai senja di sore hari.
  

Tidak ada komentar: