Zaman dulu sebelum ada gadget, manusia hidup normal, bisa
saling berinteraksi dengan baik dan menghargai. Kalau bicara ya melihat ke
lawan bicara, kalau makan ya fokus ke piring, kalau jalan ya lurus pandangan ke
depan, kalau menonton televisi ya lihatnya ke televisi, kalau dosen sedang
menjelaskan juga konsentrasi ke dosen, kalau mengobrol ya saling nyambung pada
topik yang dibahas dan kalau sebelum tidur ya baca doa lebih dulu. Tapi
sekarang BEDA, saat gadget sudah menjadi candu bagi individu. Saat gadget atau smartphone
menjadi begitu penting pada hidup manusia. Bisa dibilang tak terpisahkan dan
sulit untuk dilupakan.
Pada awalnya segala jenis perangkat dan aplikasi
gadget adalah untuk memudahkan urusan hidup manusia dan tambahan lainnya seperti
hiburan/games untuk mengusir kebosanan, kejenuhan manusia pada saat momen-momen
tertentu seperti saat menunggu, mengantri, macet atau sekedar iseng mengisi
waktu luang.
Namun faktanya kini gadget hadir bukan lagi pada momen
tertentu semata, tapi ia datang pada setiap momen saat sedang berkegiatan atau
di waktu luang. Artinya gadget bukan lagi dianggap sebagai pembantu dalam
memudahkan urusan tapi kini berubah menjadi pelengkap hidup bahkan penyempurna
hidup manusia. Jika sudah dianggap seperti itu, maka bisa dikatakan manusia
tersebut tak bisa jika hidup tanpa gadget. Alhasil mereka pun akan merasa mati
gaya, panik ngga bisa apa-apa, bingung mau melakukan apa, bosan tak ada
hiburan, dan akan sangat bosan saat harus menunggu tanpa gadget di tangan.
Segala aplikasinya membuat (katanya) hilang jenuh dan
hiburan pengusir sepi, segala programnya membuat (katanya) penyambung
silaturahmi, segala perangkatnya (katanya) memudahkan dan menyelesaikan semua
urusan. Sampai kemudian lupa pada sekitar kita, pada yang dekat dengan kita,
pada yang ada di depan mata kita, dan acuh pada yang ada di dalam rumah kita
(ibu,bapak,kakak, adik). Bisa dibilang mendekatkan yang jauh tapi sayangnya justru
malah menjauhkan yang dekat, sehingga merasa terasing di lingkungan sendiri.
Kalau mengobrol sering kali sibuk sendiri menunduk tak
peduli, pada lawan bicara di depan. Kalau makan tak bisa fokus hanya ke piring.
Kalau jalan pun tak bisa lurus pandangan ke depan apalagi bisa sampai saling
sapa dan tersenyum saat tak sengaja berpapasan dengan teman di jalan. Kalau menonton
televisi juga tak bisa hanya melihat layar televisi. Kalau dosen sedang menjelaskan juga rasanya sulit
dan tak mampu konsentrasi pada materi dosen, sampai jemari ketak-ketik sibuk pada
hp sendiri. Kalau sebelum tidur pun sering
kali bukan doa yang dibaca lebih dulu sebelum memejamkan mata, tapi gadget yang
selalu setia berada di dekat kepala. Hingga saat mata terbuka di pagi hari pun,
gadget menjadi yang pertama kali dicari. Dan bukanlah ucapan syukur dan doa untuk mengawali
hari.
Terlebih bagimu kaum sebangsaku (perempuan), hati-hati
dengan gadget barumu dengan aplikasi chattingnya yang (katanya) seru, untuk
membunuh waktu agar tak jemu. Janganlah kamu mudah percaya karena banyak
tipu-tipu disitu, jangan pula terlanjur terpaku pada teman chattingmu yang
mengaku rindu di gadget barumu, mengumbar janji syahdu dan butuh sangat akan dirimu,
tapi tak berani bertemu pada walimu. Sampai lalu barulah kamu tersadar dan tahu
bahwa semua adalah harapan palsu yang semu.
Sehingga tak ada lagi hidup normal, yang ada hanya
manusia-manusia dengan kepala selalu menunduk, bukan bermaksud rendah hati tak
mau disangka sombong. Tapi mereka terlanjur terpaku pada aplikasi yang terasa
seru hingga lalu menjadi candu, dan tak sadar itu adalah keliru. Bahwa gadget
baru di depanmu tak akan bisa menjadi guru yang baik bagimu, apalagi pengusir
ragu dan gelisahmu. Terlebih lagi gadget barumu itu tak selalu bisa jadi penghibur
dukamu, karena obat rindu adalah bertemu dan obat kegundahan hati adalah
kembali pada Allahurabbi. (qr)