Apa kau berpikir hanya yang bermulut saja yang bisa
bercerita?
Apa kau mengira hanya yang berlidah saja yang mampu
berbicara?
Apa kau merasa hanya yang bermulut dan berlidah saja
yang bisa dan mampu bercerita, berbicara dengan benar dan apa adanya?
Jika IYA, maka
ajaklah pikiranmu untuk mulai menalar sejenak. Agar pikirmu tak melulu
menangkap yang kasat mata, tapi yang tak tersirat pun bisa kau pahami dan
renungi.
TANAH
Bagaimana bisa dari tanah yang sama, pohon yang tumbuh
dan berbuah itu bisa memiliki rasa buah yang berbeda? Ada yang manis, ada yang
asam. Ada yang besar, ada yang kecil, ada yang kecut dan muda juga ada yang
matang dan ranum. Padahal mereka lahir dan bertumbuh di tanah yang sama.
Di tanah yang sama pula, aneka jenis pohon yang tumbuh
tak tertukar daunnya, di tanah yang sama
juga buah yang tumbuh tak tertukar jenisnya. Tak ada yang berdaun
rambutan tapi berbuah durian, berbuah papaya tapi berdaun pisang, berbatang
mangga tapi berdaun singkong.
Sebiji benih lalu berkecambah, akarnya menuncap ke
tanah, bertunas lalu menyumbul ke luar, mengintip indahnya dunia luar, lalu
berbatang, berdaun kemudian berbuah.
Bagaimana bisa terus-menerus hal itu berlaku dengan
teratur? Tak berbuah dulu baru berbatang, tak berdaun dulu baru berbuah, tak
berakar dulu baru berkecambah, tak berbatang dulu baru berakar.
Bola api aktif berukuran lebih besar dari bumi, yang
menggantung sempurna. Tak ada tiang yang menyangganya untuk tetap di atas,
bahkan tali atau kayu pun tak ada. Ia tak butuh menara untuk sejenak
beristirahat karena lelah terus di atas, ia pun tak bosan dan tak butuh bantuan
bulan untuk menggantikannya terbit saat fajar datang pertanda pagi. Terbenam di barat dan terbit di timur, tak pernah
tertukar karena jenuh dan ingin suasana berbeda. Ia tetap teratur dan konsisten
selalu begitu setiap hari.
SEMUT
Adakah lubang hidung semut sebesar yang dimiliki
manusia?
Adakah otaknya pun sama?.
Jika diamati lubang hidung dan otak semut hanya sebesar titik tinta pulpen yang kau buat di kertas bahkan ada yang hanya sebesar ujung jarum.
Adakah otaknya pun sama?.
Jika diamati lubang hidung dan otak semut hanya sebesar titik tinta pulpen yang kau buat di kertas bahkan ada yang hanya sebesar ujung jarum.
Lalu bagaimana ia bisa mencium aroma manis gula? Dan
tak tersasar ke aroma asinnya garam? Atau tergoda ke aroma sedapnya sambal
terasi? Tak ada GPS di sana, survey tempat dulu pun tidak. Tapi
mereka beraturan bergerombol menuju aroma manisnya gula dengan tepat sasaran untuk
disantap bersama dan tak perlu tawuran untuk menikmatinya.
Mereka bercerita tentang penciptaNya yang membuatnya
beraturan
Mereka bercerita tentang kuasaNya yang membuatnya
sempurna
Mereka bercerita tentang keajaibanNya, yang membuat
mereka tetap patuh di posisinya dengan urutan yang benar dan tak tertukar.