Sudah banyak wacana yang dibuat ada, tapi hanya
sedikit yang dibuat nyata.
Sudah banyak rencana yang disusun rapi, tapi hanya
sedikit yang terealisasi.
Sudah banyak mimpi yang tertulis indah, tapi hanya
sedikit yang terwujud sempurna.
Pernahkah kau membuat wacana? Bahkan ternyata seorang professor
pun sering membuat wacana. Dalam ratusan buku dan karya tulis terbaiknya. Dalam
makalah dan jurnal ilmiahnya dan ternyata semua kumpulan wacana. Hasil dari
ribuan ide-ide segar yang mengelilingi kepalanya, hasil dari tumpahan pemikiran
setelah ia membaca puluhan buku, hasil dari kegelisahan akan ketidakberesan,
hasil dari keterpanggilan hati dari kekacauan yang ada di depan mata. Lalu muncullah
karya besar bernama WACANA.
Ilmiah? Tentu saja, tak
main-main dibuat. Ribuan referensi dibaca, ratusan catatan kaki dikutip,
puluhan teori dipakai, konsultasi sana-sini, bahkan jutaan uang yang dipakai
untuk sebuah karya ilmiah. Lalu realisasinya? Hmm, jangan ditanya apalagi
dianggap main-mainan belaka bahkan jangan disepelekan. Ini tak sembarang dan
bukan hal sepele. Realisasi tentu ada dan akan terus ada, karena setiap
tahunnya mahasiswa akan terus ada, walau setiap tahunnya juga ribuan yang
diwisuda. Ratusan mahasiswa dan mahasiswi ini akan memakai karyanya, sebagai
referensi tugas-tugas kuliahnya. Ratusan mahasiswa dan mahasiswi juga akan
menggunakan karyanya sebagai acuan dalam presentasi dan berdiskusi.
Bergulir begitu
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Maka jangan kau anggap wacana ini
tak terealisasi dengan baik, karena karya ini menjadi referensi walau tak
mengerti pasti, setidaknya bisa menjadi tambahan daftar pustaka.
Semua karya adalah
kumpulan wacana, baik yang muncul dari hobi, kegelisahan diri, keterpanggilan
jiwa, kecerdasan hati dan juga kehebatan otaknya berpikir. Apakah itu
terealisasi di masyarakat? Perkara mudah jawabnya, tak ada yang sia-sia. Bahkan
sampah saja bisa menjadikan seseorang kaya di kampungnya. Terlebih sebuah karya dengan
banyak wacana tentang idealnya sebuah Negara atau baiknya mengurus rumah
tangga.
Bukan sembarang wacana
itu digulirkan menjadi sebuah karya, butuh peluh keringat dan darah menjadikannya
nyata. Bahkan kumpulan buku, jurnal, skripsi, tesis, disertasi dan selembar bulletin
pun tak akan bisa tercetak, jika tak ada niat sepenuh hati dan usaha sekuat
tenaga untuk bisa menyelesaikannya.
Jangan sepelekan sebuah
karya yang berbicara tentang wacana ini dan itu, walau itu menumpuk penuh debu
di lemari, terikat bersama tali rapia, tersusun tak teratur, dan telah lapuk
termakan usia. Karena tak ada wacana semata, wacana ini hadir tak sekedar
mampir, ia lahir dari mimpi dan ide besar. Mereka yang mengerti dan memahami pentingnya
perubahan. Jika wacana ini tak bisa dipakai hari ini, bulan ini, tahun ini maka
akan masih ada harapan dan kemungkinan abad nanti bisa terealisasi. Jikalau kumpulan wacana-wacana ini terasa
hanya seperti kelebat angin sepoi yang tak bisa menggugurkan daun di pohon,
maka setidaknya tiupan angin sepoi ini telah mampu membuat seseorang tersenyum
karena tersapu lembutnya angin yang menyapanya.