Jumat, 20 Juni 2014

HUJAN



Apa kau masih mengeluh tentang air yang turun dari langit dengan tiba-tiba?
Apa kau masih saja komentar bernada sinis menulis status di segala perangkat sosial media tentang hujan yang turun dan menghancurkan semua agenda acaramu?
Hujan yang membuat banjir, hujan yang membuat macet, hujan yang membuat pakaian tak bisa di jemur, hujan membuat sinyal pending, hujan yang membuat sakit. Sampai akhirnya hujan dikambing gulingkan,,, ups! maksudnya kambing hitamkan… hehehe

Ratusan tetes air turun dalam hitungan menit! Sampai jika hujan turun deras, tugu monas di Jakarta terasa sedang showeran, bahkan jikalau emas di monas itu terurai sampai bawah, dia bisa pesan sampo plus kondisioner ke Dinas Pertamanan DKI Jakarta. Xixixi :p

Lalu apa bisa dibenarkan manusia-manusia yang selalu nyinyir setiap ada hujan turun?
Memilih melipat bibirnya dan tak ada senyum yang mengembang saat terpaksa dia harus melipir ke pinggir jalan karena tiba-tiba langit mengeluarkan air tak berwarna itu.  Padahal cemberut dan keluh kesahnya  di status bbm dan FBnya tak bisa menghentikan deras hujan yang turun. Tapi  justru menambah kerut di dahi dan pipinya karena lebih sering tertekuk kaku.

Jika tak ada hujan, siapa yang hendak menyiram ribuan hektar pohon di hutan?
Jika tak ada hujan berapa banyak liter air yang dibutuhkan oleh dinas pertamanan untuk menyiram dedaunan yang berbaju debu dan kusam, tak hijau cerah?
Jika tak ada hujan bagaimana arus sirkulasi air tanah yang kini bisa kau pakai untuk mandi, mencuci,, memasak, minum, irigasi dan lain sebagainya berjalan sempurna?

Tapi adanya hujan menyederhanakan semuanya
Ia memudahkan yang sulit dan menjangkau yang tak bisa dijangkau manusia

Adanya hujan juga membuatmu tahu bahwa ada mahluk berlendir yang melompat dan bisa bernyanyi saat hujan turun. Bahkan sang kodok bisa bersahut-sahutan meramaikan sendunya hujan.

Hujan menyapu dan mengepel jalan hitam beraspal menjadi bersih. Tak lagi belepot tanah yang dibawa truk besar untuk mengeruk sawah dan rawa demi proyek cluster baru.

Hujan  juga menjadi sinyal menyenangkan bagi Alim. Alim yang tinggal di belakang gedung besar bertuliskan great sale  langsung sumringah saat tahu langit tengah mengeluarkan rizkinya. Setidaknya upah mengojek payung bisa untuk membeli dua liter beras demi ketahanan pangan keluarganya di esok hari.

Tapi di tempat lain dengan latar belakang yang jauh berbeda, beberapa manusia yang mengaku berpendidikan menganggap hujan sebagai petaka

BENARKAH PEDULI



Benarkah kau peduli?
Jika hanya menulis status di FB

Benarkah kau peduli?
Jika hanya memberi janji

Benarkah kau peduli?
Jika hanya mampu berorasi

Benarkah kau peduli?
Jika hanya diam tak ada aksi

Benarkah kau peduli?
Jika main-main tak mampu menseriusi

Benarkah kau peduli?
Jika terus menyakiti dan tak menghargai

Benarkah kau peduli?
Jika hanya bisa bermimpi

Benarkah kau peduli?
Jika hanya menunggu orang lain yang lakui

Benarkah kau peduli?
Jika tetap ragu seolah ada yang ditakuti

Benarkah kau peduli?
Bahwa bungkus permen dan daun-daun kering itu tak bisa berpindah sendiri
Berlari menuju tempat sampah yang telah tersediai
Berharap ia akan tertiup angin menuju tempat sampah lalu melompati

Benarkah kau peduli?
Karena peduli adalah aksi bukan pada pribadi tapi pada sekitar yang kau kenali