Senin, 08 Desember 2014

BAGAIMANA PUISI



Apa kau penyuka puisi?

Pecinta runutan kata yang mengurai makna. Pengagum karya sastra yang melipur lara lalu melebur menjadi tawa sampai terasa ke jiwa.

Apa kau tahu setiap kata dalam puisi adalah hidup?

Tak berkaki tapi nyatanya mampu berjalan. Tak bermulut tapi faktanya mampu berbicara. Tak bermata tapi dia tajam melihat sampai ke dasarnya. Tak punya hati tapi anehnya bisa terasa sampai ke sanubari.

Lalu, bagaimana puisi bisa hidup? Dia bukan raga bernyawa pun tak ada.

Siapa yang membuatnya hidup? Sampai bisa membuat ujung kelopak mata menetes air bening karena terharu. Membuat sadar diri karena alam pikir menjadi terbuka lebar.

Para penyair-penyair hebat itu memiliki insting luar biasa. Feelingnya akan suatu peristiwa dalam sekali. Bahkan sampai kerak dia tahu. Melihatnya pun tak satu kaca mata, ada banyak kacamata yang dipakainya. 

Sampailah lalu lahirlah puluhan, ratusan, ribuan kata dari hasil pikirnya. Satu judul, dua judul sampai kemudian ribuan judul menetas menjadi karya besarnya.

Indah nian puisi-puisi mereka penyair hebat yang ternyata hidupnya pernah sengsara. Menderita pun tak lagi asing, dihina juga sering. Bahkan dari mereka pernah hidup di penjara sampai tenggorokan kering karena hanya makan nasi aking.

Puisi mewakili apa yang dirasa hati. Puisi adalah intuisi jiwa yang tengah haus akan kebenaran,  puisi juga karya sastra yang tak kuasa untuk basa-basi, apalagi sampai menjilati, puisi adalah kejujuran diri dari hati yang terilhami. Puisi ada karena keterpanggilan hati yang tengah dikucuri sebuah rasa bernama peduli, yang tak bisa terus diam dan harus segera dibenahi.

Namun jikalau ternyata lahir puisi pesanan dari mereka yang ingin menjatuhi, atau sekedar cari sensasi maka sebenarnya itu bukanlah puisi tapi hanya kumpulan kata-kata busuk penuh konspirasi.

Bagaimana puisi?