Selasa, 12 Agustus 2014

LIBURAN BELUM TENTU HOLIDAY



Kenapa liburan belum tentu holiday? Dan holiday belum tentu liburan? Karena Rhoma tak lagi bersama Ani, Ani memilih Pak SBY (hihihi). Jadi holiday itu berasal dari dua kata, yaitu holy = suci & day = hari. Jadi bisa disimpulkan holiday itu hari yang suci bukan berarti hari-hari suci atau hari raya besar dalam suatu agama. Tapi ini hanya sebuah pengibaratan pribadi bahwa holiday itu hari dimana pikiran bisa suci dan bersih dari kemumetan hidup.
  
Kemarin udah selesai masa liburan bin lebarannya. Semua orang banyak yang pergi berkelana dan melancong bersama sanak family mengisi liburan mereka. Ada yang mudik ke kampung halaman, pergi ke pantai, gunung, puncak, kebon binatang, taman bunga, kolem renang dll. Semua tempat wisata ramai pengunjung, jalanan jadi pada macet semua bahkan saking macetnya lima-tujuh jam stuck di jalan gak gerak. Dan karena sudah kesorean, mereka gak sampai ke lokasi wisata, memilih putar arah kembali ke rumah. Mereka merasa hopeless, bulukan di jalanan katanya. hehehe

Tuh pengorbanan dan perjuangan liburan orang-orang. Jadi buat kalian yang liburan nggak kemana-mana bahkan liburan lebaran cuma ke rumah kakek dan nenek dan itu juga adanya di sebelah rumah. Tenang jangan sedih! apalagi sampai galau lalu menangis di bawah kucuran air kolem, nggak banget deh. Karena nih ya bray faktanya mereka-mereka yang pulang liburan baik yang wisatanya ke masih seputaran Indonesia tercinta bahkan sampai ujung dunia alias luar negeri sekalipun, baik yang nginepnya di hotel berbintang atau cuma numpang di saung dan bedeng-bedeng, ujung-ujungnya  pas mereka balik ke rumah,  masih saja ada yang mengeluh dan mumet pikirannya!
 
Liburannya nggak berasa holiday #miris. Padahal kan disana mereka abis ngeliat salju, ngeliat Eiffel, patung Marlion, menara petronas, Pantai kuta, pantai Anyer, Gunung Salak, Tanjung Pasir, Bunaken yang lautnya jernih sampai bisa lihat ubur-ubur besanan ke kampung sebelah. Tuh! Kurang dasyat apa coba liburan mereka-mereka itu. Lalu kenapa ya tujuan liburan yang katanya buat refreshing otak itu ternyata nggak banyak membawa efek jera eh maksudnya efek positif buat mereka. #emanghukumankoruptor. Ada sih yang lumayan ngefek ke otak jadi seger tapi itu pun bertahan nggak sampai dua hari paling lama juga sehari itu belum dipotong masa tahanan. #loh

Lalu apa yang salah? Adakah yang tahu? Yang tahu bisa angkat tangan.

Kamu! ya kamu yang baju merah mau pilih tirai nomor dua atau sesuatu di kantong saya? #absurd

Nih ya bro dan sis. Faktanya ada loh yang sudah pulang dari berlibur di luar negeri tapi saat kembali ke rumah masih saja mumet karena tugas, kerja dan setumpuk beban tanggung jawab. So,  kemana perginya nuansa happy liburannya? Berapa lama refreshing itu bisa mengendap adem di otak? Jika kemudian kembali mengeluh lagi? Padahal sewaktu pikiran terasa jenuh dan merasa butuh liburan, lalu saat sudah tersampaikan kebutuhannya justru efeknya hanya hitungan jam tak sampai seminggu. Mumetnya ternyata masih bersarang bro!

Sementara uang yang dipakai pun sudah puluhan juta. Puluhan photo yang sudah di upload di facebook, path, instagram, twitter dan lain sebagainya dan kesemua potonya berwajah sumringah. Senyum mengembang, gayanya pun tak kalah kece sama photo model, gaya kaki diangkat satu, kedua tangan melambai, lidah menjulur, mulut dikulum, kepala di bawah, rambut diurai, kaki mengambang, belakangnya bolong #EmakAyaJurig! HAHAHA… Tapi saat di dunia nyata dia kembali mengeluh. Garam tak ada, uang habis, belum bayar cicilan, tagihan daster, SPP anak  dan segala beban hidup lainnya.

Lalu sebenarnya apa benar yang dibutuhkannya adalah liburan? Sungguhkah obat dari kemumetan hidup dan pikiran itu adalah liburan? Bagaimana biar liburan bisa beneran holiday? Lalu benarkah sesungguhnya kita butuh liburan ke berbagai daerah, negara bahkan planet luar angkasa. Jawabanya adalah ada di tirai nomor tiga! Hahaha…

Eh serius, jawaban aselinya adalah PERLU dan NGGAK PERLU!. PERLU kalau saldo di buku rekening tabungan kamu udah keluar dari jalur. Alias angka nolnya itu udah ga muat lagi di buku tabungan. Wajib tuh liburan! Ajak keluarga, kakek nenek, keponakan, sepupu atau sepupu yang punya teman bening. Beuh, sayur timun kali bening. Tapi kalau budget kalian nggak seberapa tapi pengen liburan kaya orang-orang, sok aja cari-cari link tempat nginep dan makan gratis. karena liburan selain bisa refreshing juga bikin kita lebih mengenal diri sendiri.

NGGAK PERLU kalau kamu cuma mengandalkan segenggam beras sebagai pertahanan pangan. Bisa jadi gembel terus diciduk sama SATPOL PP nanti. Beda kasus kalau kamu adalah  selebritis yang liburannya aja di bayarin bahkan sampai di kasih uang sangu segala sama stasiun TV. Jadi nggak pake modal coy! Tapi nggak enak juga sih liburan diintilin kamera terus, nggak bebas kalau mau buang angin juga bisa-bisa tersendat perlahan malu dan takut kerekam kamera. Tuutt, tutt, tutt, siapa hendak turut kebandung Surabaya…  #xixxi

Intinya sih kalau memang mau liburan kalian beneran holiday. Banyak-banyak senyum dan nikmati liburannya dengan hati legowo karena nggak semua orang bisa merasakan liburan. Walau macet, premium habis di SPBU, panas kegerahan, kehujanan nikmati dan syukurilah. Jangan mengeluh ini dan itu karena sebuah keluhan hanya mengerutkan jiwamu dan mengabadikan kemumetan hidupmu.  

MARAH UCAPAN MANUSIA



Jika kau marah karena ucapan manusia. Maka buang saja marahmu karena memang manusia itu terbatas akalnya, tak panjang nalarnya, tak cermat pikirnya, tak tenang jiwanya, tak jernih hatinya.
 
Manusia sering kali hanya terselimuti nafsu dilisannya, ucapnya pun terbungkus prasangka, bicaranya terhelai gundah gulana. Maka biar saja lidah manusia-manusia itu menceracau tak jelas, berkicau nyaring membicarakan kejelekan orang lain, berbicara seenak jidat karena memang tak jauh pikirnya bukan karena merasa peduli tapi memang hanya nafsu yang sering diturutinya.

Walau terkadang baik hatinya, peduli terlihat, ringan memberi, gemar berderma. Tapi khilaf dan lalai sering kali terjadi lalu mencederai kebaikannya yang dulu-dulu. Maka biar saja dengan ucapannya, menceracau hingga memekakkan telinga seolah menyayat duka pada hati yang sendu. Karena memang nafsunya sedang menyelimuti lisannya saat itu.

Maka biar saja ucapnya berkicau dan kembalilah berlalu pada sebuah nyata bahwa manusia terbatas akalnya hingga lisan tak bisa mengucap baik. Walau kau merasa sakit di hati, kecewa merasa maka buang saja sakitmu. Dan kembali pada sebuah hakikat bahwa manusia memang dibungkus nafsu pada seluruh sendi anggota tubuhnya, hingga jika tak dijaga maka ia akan berlari liar menggelinding dan menghantam segala batas pagar norma hidup.

GELIAT RAGU



Ada yang menggeliat di hati, sebuah keraguan akan pilihan hidup. Baikkah ini, burukkah itu. Sebuah keraguan yang terus saja mengendap di pikiran. Apa yang ini atau yang itu. kenapa begini, kenapa begitu. keraguan yang semakin hari semakin membesar macam bola salju yang menggelinding dari puncak gunung menuju bawah bukit. Jika terus saja meragu maka tanda Tanya itu semakin lebar dan meluas sampai lalu berpikir yang tidak-tidak. Tentang ini dan itu, bagaimana jika nanti begini, bagaimana jika nanti begitu. Sampai kemudian tak ada jawaban atau putusan yang diambil karena tetap saja meragu. Bukan karena tak mau tapi takut ini dan itu. Tak ada yakin disitu karena rasa takutnya lebih besar dari keberaniannya, ia menciut bersama ragu. Semakin hari semakin besar ragunya padahal waktu terus saja berjalan maju dan tak sudi mundur untuk mengulang.

Maka kiranya buang dulu saja ragumu, beri jawabmu pada satu hal yang telah terjadi agar gelap berganti terang, agar  buram berubah jelas, agar gundah menjadi tenang. Jangan dulu turuti nafsu untuk meragu, karena tak baik membuat menunggu. Apalagi jika hanya karena malu lalu membiarkannya sampai berdebu dan tak sadar bahwa ragu dapat mengubah warna yang semula cerah menjadi hitam pekat membiru.

Geliat ragu yang terus memburu ini terasa seperti hantu di malam kelabu, yang ingin mencari tahu tentang sebuah keputusan tapi kemudian semua berlalu seperti salju yang terus membeku bukan karena tak ada panas matahari tapi memang sengaja dibuat begitu karena tak ada keberanian di kalbu.