Jumat, 03 April 2015

KUPU-KUPU



Ada indah yang melekat pada dirinya, tapi ini bukanlah semata indah belaka.  Karena  banyak keajaiban di sana, bukan keajaiban biasa tapi ini sungguhlah menakjubkan hati.  Ayunan sayapnya di udara membuatku selalu tersenyum, tubuhnya yang kecil mampu membuat diri kagum bukan main. Dia terbang dengan merdunya, mengepak dengan lembut. Lihat saja bagaimana kedua sayapnya itu berayun mengikuti angin, bahkan terkadang ia harus melawan angin sampai tubuh mungilnya terhuyung berputar lalu jatuh. Ku kira ia akan mendarat, lalu lemah tak berdaya. Tapi ternyata tidak ia kembali mampu menyeimbangkan tubuhnya lalu terbang jauh dan jauh. 

Kau seolah sedang bersenandung saat di udara, menikmati hembusan angin yang membawa terbang bebas ke sana lalu kemari. Hinggap di ujung bunga, lalu berpindah ke daun dan ranting sesuka hatimu. Berkeliling saja tak takut ada badai atau topan yang datang. Terus saja ia mengepakkan sayapnya, untuk memberi tahu pada manusia tentang elok dirinya tercipta. 

Bukan semata indah saja ia, tapi mengagumkannya ia telah ada di bumi. Bumi semakin mempesona dengan hadirnya mahluk mungil bersayap yang mencintai bunga. Hadirnya pun menjadi tanda bahwa ada lingkungan sehat di sekitar sini. Maka tak mau dia main ke lingkungan kotor berasap polusi limbah, bukan karena kotor tapi itu amat mengancam keselamatan dirinya. 

Maka bagiku, kupu-kupu lebih dari indah, karena warna-warni sayapnya mampu membuat sendu berubah syahdu. Alunan kepakan sayapnya saat terbang mengudara mampu mengubah pikiran yang gamang menjadi tenang.  Terlebih ringan tubuhnya saat terbang seolah tanpa beban  itu sedikit mampu telah membuat prasangka menguap menjadi suka.   
     

BERBUAT BAIK



Apa kau pernah berbuat baik lalu di bilang pura-pura?
Apa kau pernah berbuat baik lalu dibilang pencitraan?
Apa kau pernah berbuat baik lalu dibilang tak tulus?
Apa kau pernah berbuat baik lalu dibilang palsu saja?
Apa kau pernah berbuat baik lalu dibilang tak ikhlas?

Jika ya, maka baiknya jangan marah
Jika ya, maka baiknya diam saja
Jika ya, maka baiknya senyum saja
Jika ya, maka baiknya tidak dendam
Jika ya, maka baiknya tetap saja berbuat baik

Karena sejatinya, kebaikanmu adalah akan kembali pada dirimu sendiri. Pun pertolonganmu sejatinya kau tengah menolong diri sendiri. Maka jangan lelah dan kapok apalagi takut untuk berbuat baik. Karena berbuat baik adalah ibarat pohon yang berakar sangat baik, tentu secara terus menerus akan menghasilkan bunga, daun, batang dan buah terbaiknya. Memberi banyak manfaat dan indah pada yang lain. Meski cuaca buruk dan hama datang sekalipun. bahkan tanpa diminta sekalipun, pohon berakar baik ini akan terus memberi.

Namun, pohon yang berakar rusak nan kering tak akan pernah ia berbuah bahkan sekedar berbunga atau berdaun pun tak akan indah hasilnya. Batang dan rantingnya tak kokoh bukan karena cuaca buruk dia begitu. tapi karena memang akarnya telah rusak dan kering. Tak ada lebat atau subur di sana, karena yang ada hanya kutu hama yang terus saja menggerogoti lalu merusak akar. Tak ada manfaat yang bisa diambil manusia darinya, bahkan sekedar untuk tempat berteduh pun tak mampu.

Jika pun masih terus hidup, maka sebenarnya ia gersang dan layu, sulit berharap untuk dia bisa berbunga dan berbuah. Tak ada indah karena hanya kering kerontang yang terlihat. Malahan, pohon berakar rusak dengan kutu hama di dalam tubuhnya ini, justru akan dengan mudah menyebarkan dan menularkan kutu pada pohon-pohon di sekitarnya.

AKU DAN MEREKA



Tak akan bisa kau tahu siapa dirimu, jika hanya berada pada lingkungan sekitar yang selalu memuji dan memuja dirimu. Tak akan tahu kurangnya dirimu jika hanya pujian yag terus tersanjung dari mulut orang-orang di sekitarmu. Bagaimana bisa kau mengatakan diri sempurna? Hebat tiada tara, padahal sejatinya manusia adalah tempatnya khilaf dan lupa. No body is  perfect!

Kadang memang jiwa sering lengah dan lupa tentang ini. Bahwa tak semua hal adalah karya dan usaha sendiri. Sampai lalu dada busung dan dagu mengcongkak sempurna. Kadang memang hati ini kering dan gersang merasa semua orang di sekitar tak ada guna dan manfaatnya. Hanya jasad ini yang mampu melakukannya. Sehingga yang lain dianggap sebagai pengikut setia saja.

Padahal sejatinya, tak akan bisa kau berjalan sendiri di hidupmu. Bahkan garam yang kau pakai adalah hasil usaha orang lain yang rela susah payah berladang. Maka jikalau ada ucapan dan segala omongan manusia-manusia di sekitarmu yang tak suka dengan tindak-tandukmu, sejujurnya itu adalah cermin yang tengah memantul dari busuk dan kotornya nuranimu.

Meraka tentu tak akan sembarang berbicara ini dan itu, karena jelas dan jeli benar matanya memandang setiap inci gerak-gerikmu.  Sehingga jikalau tiba-tiba kau dapati kabar burung tak seenak pisang keju, maka janganlah meledak laksana bom. Cukup saja kau mengernyitkan kedua alis di dahimu, lalu menunduk dalam dan katakan dalam hati.

“ Mereka saudaraku, jika bukan karena peduli maka tak akan mereka bicara ini itu tentangku…”

“Mereka saudaraku, jika bukan karena peduli maka tak akan mungkin mereka memperhatikanku…”

“Mereka saudaraku, jika bukan karena peduli maka tak akan mungkin mereka menginyisihkan waktunya berdiskusi tentangku…”

“Mereka saudaraku, jika bukan karena peduli maka tak akan mungkin mereka mau repot diri berkomentar tentangku…”

“Mereka saudaraku, jika bukan karena peduli maka tak akan mungkin mereka rela membuka mata, mulut juga telinganya untuk menangkap kabar tentangku…”

Mereka adalah saudaraku. Bukan musuh apalagi lawan. Karena mereka menyadarkanku, bahwa lapang dada adalah kunci hidup bahagia.