Kamis, 06 November 2014

SESUAI PORSI



Bolehkah kita marah padaNya? Pada Sang Kuasa yang memiliki semuanya.
Bolehkah kita benci padaNya? Pada Sang Pencipta yang memiliki segalanya
Bolehkah kita mempertanyakan kebaikanNya? Pada Sang Rahman yang memiliki kesempurnaan.

Marah atas doa yang juga belum berwujud nyata. Marah atas kegagalan dan kesulitan yang dihadapi. Marah karena keinginan tak berbanding lurus dengan kenyataan.

Kemana perginya doa-doa ini, kemana jawab doa-doa yang sudah diutarakan, kemana alur doa-doa yang sudah dituliskan pada selembar kertas putih, kemana perginya doa-doa itu bermuara, masihkah ia di lautan tak juga mau menepi agar menjadi nyata dan berujung cerita.

Kemana doa-doa ini berterbangan, tak juga mau ia berhenti mengepakkan sayapnya di udara. Mengapa tak juga sudi hinggap saja pada ranting pohon. Agar jelas adanya, tak terus mengudara dan segera untuk kembali ke daratan dan menjadi nyata. Tak lagi sekedar imaji dan khayalan semata.

Kenapa yang terjadi justru bukan jawab dari sebuah doa. Kenapa yang terjadi malah kebalikan dari sebuah harapan yang diinginkan.

Kenapa justru masalah yang semakin banyak. Kenapa yang harus dihadapi justru penderitaan yang tak bisa dinikmati.

Kenapa yang hadir justru kesengsaraan dan kesendirian yang terasa sepi.

Kapan ini berujung bahagia, sampai ada senyum tak lagi duka.

Bagaimana mungkin Ia meminta kita berdoa, namun yang terjadi tak sesuai harapan. Kenapa semua terasa sulit diterima nyata. Kenapa semua terasa tak mengenakkan untuk dihadapi.

Kenapa semua terasa menyebalkan dan mengesalkan. Sampai akhirnya amarah di tenggorokan tak bisa terucap, yang ada kemudian hanya air bening yang mengalir dari ujung mata di kepala.

 Tak tertumpahkan segala pertanyaan dan pencarian jawaban atas doa yang disuruh olehNya kita berdoa. Namun, jawaban atas doa itu menjadi sebuah masalah baru yang kemudian harus dihadapi bukan untuk dinikmati.

Apakah yang diinginkanNya dari setitik debu ini. Apakah yang dimaksud dari segala rencanaNya terhadap manusia yang hina ini. Apakah tujuan Ia menjawab doa dengan masalah baru yang tak ada indah di dalamnya. Apakah ini adil? Sementara mereka di sana bergelimpangan bahagia.

 Sementara manusia-manusia di sana berselimut ceria suka tak ada duka, sementara orang-orang di sana bertaburkan harta dan cinta di hidupnya, sementara padahal mereka justru tak berdoa dan tak meminta padaNya.

Sampai lalu ada emosi padaNya, sampai kemudian ada putus asa padaNya, sampai lalu ada keteracuhan padaNya, sampailah kemudian pada titik klimaks dimana kejenuhan akan penantian jawaban dari doa yang tak juga terkabulkan. 

Pernahkah kau sadari bahwa jalan raya tak pernah sepi dilalui motor dan mobil yang berlalu lalang.

Pernahkah kau sadari kenapa terus saja terjadi kelahiran manusia-manusia baru di bumi.

Pernahkah kau memahami kenapa sebuah kematian pasti terjadi tak pernah berhenti setiap hari.

Pernahkah kau mengerti bahwa kehidupan dimulai sejak pagi lalu siang dan kembali istirahat di malam hari lalu kembali lagi menjadi pagi dan terus begitu.

Pernahkah kau memahami semua pohon dan segala binatang tak membutuhkan mesin untuk terus tumbuh, berkembang dan makan.

Pernahkah kau coba memahami bahwa semua yang kau miliki adalah hampa jika tak disyukuri.

Pernahkah kau berpikir tentang hidup, bergerak kesana-kemari lalu pada akhirnya pun akan kaku dan mati.

Pernahkah kau berpikir tentang itu semua? Untuk apa hidup, untuk apa kita bangun setiap hari, untuk apa kita bergerak, untuk apa ini dan itu. kalau toh pada akhirnya masalah yang dirasakan dan harus dihadapi.

Apakah manusia mengira  bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan “Kami telah beriman” dan mereka tidak diuji? …………” (Qs. Al-Ankabut:02)


“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)


 Barangsiapa Allah menghendaki menjadi baik, maka akan diuji” (HR. Bukhori Muslim)

Dua ayat Al-Qur’an dan satu hadist di atas menjadi jawabannya. Atas segala macam keraguan yang muncul, dan atas semua kebingungan yang mencekam. Ini menjadi jawaban nyata yang jelas atas kecewa dan segala kegundahan atas doa diri yang belum terkabul.

Kebaikan dan ibadahmu adalah investasi hidup yang akan selalu memayungi hidupmu. Seperti layaknya pohon mangga yang tumbuh dari biji dan tak akan bisa langsung berbuah mangga. Ada fase dan proses dimana pohon mangga itu akan bertumbuh dahulu sebelum mengeluarkan ranum buahnya. Bertunas, bercabang, beranting, berdaun,  berbunga sampailah lalu kemudian dia pun berbuah.

Bahwa manusia ada karenaNya, bahwa manusia tak bisa membuat prasangka sendiri, dan bahwa kualitas manusia itu baik atau tidak akan terlihat setelah diuji. Manusia di uji sesuai porsi keimanannya. Kita hanya perlu Yakin bahwa akan ada kemudahan setelah kesulitan. Jika kini terasa sulit bahkan teramat sulit, maka yakinlah akan ada kebaikan di depan. Layaknya sebuah pisau yang bila terus diasah, maka kualitas tajamnya pun akan sangat berbeda dengan pisau yang tak pernah terasah.

Maka tak malukah kau memaksa ingin ini itu, menuntut ini dan itu padahal diri masih begini dan begitu. 

Sampai lalu muncullah pertanyaan baru:

Apa imanmu sudah benar?


Apa ibadahmu sudah betul?


Dan Apa niatmu sudah lurus?

Kemudian sampailah kita pada titik kesadaran atas hakikat sebuah kehidupan yang harus dijalani di bumi, pada ujung cerita dimana semuanya haruslah bermuara pada satu hal, semata-mata karena Allah SWT kita berlaku dan beribadah. Sebelum menyesali saat nafas itu berhenti dan tak akan pernah kembali.