Kamis, 08 Mei 2014

Para Pencari Ilmu



Aku bisa melihat aneka karakter manusia di sini, dengan lalu lalang orang yang terus bergerak, kaki yang selalu melangkah, satu berhenti dua orang berlari, tiga orang duduk berdiskusi, lima orang keluar kelas, satu orang membaca buku di teras, enam orang sibuk dengan hape dan laptop, sepuluh orang  menjinjing buku tak hanya dua bahkan tiga. 

Derap langkah mereka para pencari ilmu, pecinta wawasan, pengagum teori, atau penganut peningkatan karir dalam title pendidikannya. Ya semua adalah hak yang bisa mereka pilih, mana yang cocok dan sesuai hati, tak ada paksaan untuk itu. Aku pun sama ikut memilih dengan konsekuensi yang harus ditanggung sendiri.

Seperti tercebur disini, tak ada rencana matang yang dibuat, hanya memang dulu aku pernah menulis di buku dalam daftar mimpiku untuk bisa kembali kuliah. Alhamdulillah kini bisa terwujud sempurna. Seperti ada dorongan tak kasat mata yang tiba-tiba mendorongku untuk kembali duduk di kursi menghadap papan tulis dan layar infocus. Membuka mata dan telinga mendengar para manusia bersandang doktor dan professor berceramah, di kampus pasca sarjana.

Dosen yang mengajar beragam sikap dan sifat. Ada yang sekedar mentransfer ilmu, membagi informasi, memberi tugas dan melempar diskusi. Ada juga yang bersifat sedikit disiplin mengatur cara belajar dan busana mahasiswanya. Ada juga yang jarang datang dan meminta mahasiswanya belajar mandiri.  Bahkan ada yang sering kali curhat pribadi ketimbang mengkorelasikan teori dengan praktek yang terjadi di lapangan. Tapi tak jarang ada juga yang benar-benar mendidik mahasiswanya untuk selalu belajar mandiri, mempelajari potensi diri, menggali bakat dan meningkatkan kemampuan diri.

Aneka macam materi yang diberi, mulai teori, isu-isu terkini sampai curhat pribadi. Ada kuliah yang membawa pencerahan dan angin segar untuk mahasiswanya terus semangat tapi ada juga yang membawa angin lalu alias lupa akan materi kuliahnya. Awalnya kusangka pasca sarjana kumpulan manusia serius yang haus ilmu, dengan pikiran dewasa dan jauh ke depan demi meraih masa depan gemilang. Namun faktanya tak bisa digeneralisir seperti itu, karena contek mencotek pun masih berlaku di sini, jika mental dan karakter manusianya memang tak mau repot ambil pusing atau bahasa jermannya seena'e dewe. Tapi tak semua seperti itu, karena banyak juga yang visioner dan pembelajar sejati. Banyak ilmu di otaknya, bicaranya pun fasih saat mempresentasikan materi laksana dosen sungguhan.

Semua menyenangkan bagiku, berada dalam kelas para pencari ilmu. Berada dalam satu kelas bersama aneka karakter manusia dengan model belajar yang berbeda. Ada yang sibuk sendiri dengan ketak-ketik suara laptop , ada yang asik dengan tulis menulis kertas mencari variabel metode penelitian, ada yang diskusi serius bersama kelompok atau asik dengan laptop entah membahas materi kuliah atau copy mengcopy film terbaru.  Bahkan ada yang seru sekali berdiskusi tentang teman sendiri yang dirasa sering mangkir mengerjakan tugas kelompok.

Usia mereka pun beragam, ada yang sudah punya cucu, ada yang sudah setengah abad, ada yang tengah memasuki puber kedua, ada juga yang repot dengan anak pertama yang sering sakit-sakitan, ada lagi yang berusia di masa-masa gundah gulana mencari pasangan hati, juga bahkan ada yang baru lulus kuliah S1 lalu diminta orang tuanya langsung lanjut S2. Bagi yang baru lulus S1 langsung ke S2 ini, wajahnya masih sangat terlihat muda, bahkan dipakaikan seragam SMA pun masih pantas-pantas saja. 

Kemudian yang ku mulai amati adalah tentang kinerja mereka akan pelajaran yang mereka alami. Ada yang sibuk menenteng aneka buku mata kuliah, di taruh di dalam plastik besar karena capek menenteng dan tas sudah penuh dengan laptop juga perbekalan, ada lagi yang santai saja masuk kuliah tanpa persiapan. Otaknya kosong bahkan bersih tak terisi, ia hanya siap untuk duduk dan membuka telinga berusaha menyerap materi walau sebenarnya dari tadi jemarinya sibuk mengetik sms karena ada yang diurusi. Sampai kemudian ia bingung sendiri dengan aneka istilah materi perkuliahan dan tugas yang diberi sang dosen. Dan akhinya pada mbah googlelah ia mencari tahu jawabannya karena sudah lama mengernyitkan dahi namun tak jua mengerti maksud sederet kalimat dan slide yang ditampilkan pemberi materi.

Bahkan ada yang santai saja mengobrol saat dosen memberi penjelasan, namun ada juga yang terus menulis perkataan sang dosen. Berharap tulisannya ini bisa menjadi senjata ampuh saat musim UTS atau UAS datang. Ada juga yang terlihat santai tak memperhatikan tapi begitu pintar saat melempar pertanyaan bahkan ia mampu menjawab secara sistematis dan baik dari pertanyaan-pertanyaan sang dosen dan teman lainnya. Dan ternyata ia memang telah melahap aneka buku dan jurnal ilmiah sebelumnya, saat ditanya bagaimana bisa otakmu begitu cepat nyambung dengan materi dan istilah-istilah asing yang diumbar sang dosen. Saya suka belajar, hanya itu jawabannya. Simple tapi tepat sasaran. 

Lalu adakah skill yang bertambah bagi mereka para penyandang  pasca sarjana ? 
Adakah perubahan positif yang signifikan bagi mereka mahasiswa S2?
Adakah nilai lebih bagi mereka yang bergelar magister dibanding yang hanya strata satu?


Kau yang tentukan sendiri!