Aku bisa melihat aneka karakter
manusia di sini, dengan lalu lalang orang yang terus bergerak, kaki yang selalu
melangkah, satu berhenti dua orang berlari, tiga orang duduk berdiskusi, lima
orang keluar kelas, satu orang membaca buku di teras, enam orang sibuk dengan hape
dan laptop, sepuluh orang menjinjing buku tak hanya dua bahkan tiga.
Derap langkah mereka para
pencari ilmu, pecinta wawasan, pengagum teori, atau penganut peningkatan karir
dalam title pendidikannya. Ya semua adalah hak yang bisa mereka pilih, mana yang cocok dan
sesuai hati, tak ada paksaan untuk itu. Aku pun sama ikut memilih dengan
konsekuensi yang harus ditanggung sendiri.
Seperti tercebur disini, tak
ada rencana matang yang dibuat, hanya memang dulu aku pernah menulis di buku dalam
daftar mimpiku untuk bisa kembali kuliah. Alhamdulillah kini bisa terwujud sempurna. Seperti ada dorongan tak kasat
mata yang tiba-tiba mendorongku untuk kembali duduk di kursi menghadap papan
tulis dan layar infocus. Membuka mata dan telinga mendengar para manusia
bersandang doktor dan professor berceramah, di kampus pasca sarjana.
Dosen yang mengajar beragam sikap dan
sifat. Ada yang sekedar mentransfer ilmu, membagi informasi, memberi tugas dan
melempar diskusi. Ada juga yang bersifat sedikit disiplin mengatur cara belajar
dan busana mahasiswanya. Ada juga yang jarang datang dan meminta mahasiswanya
belajar mandiri.
Bahkan ada yang sering kali curhat pribadi ketimbang
mengkorelasikan teori dengan praktek yang terjadi di lapangan. Tapi tak jarang
ada juga yang benar-benar mendidik mahasiswanya untuk selalu belajar mandiri,
mempelajari potensi diri, menggali bakat dan meningkatkan kemampuan diri.
Aneka macam materi yang
diberi, mulai teori, isu-isu terkini sampai curhat pribadi. Ada kuliah yang
membawa pencerahan dan angin segar untuk mahasiswanya terus semangat tapi ada
juga yang membawa angin lalu alias lupa akan materi kuliahnya. Awalnya kusangka
pasca sarjana kumpulan manusia serius yang haus ilmu, dengan pikiran dewasa dan
jauh ke depan demi meraih masa depan gemilang. Namun faktanya tak bisa
digeneralisir seperti itu, karena contek mencotek pun masih berlaku di sini,
jika mental dan karakter manusianya memang tak mau repot ambil pusing atau
bahasa jermannya seena'e dewe. Tapi tak semua seperti itu, karena banyak
juga yang visioner dan pembelajar sejati. Banyak ilmu di otaknya, bicaranya pun
fasih saat mempresentasikan materi laksana dosen sungguhan.
Semua menyenangkan bagiku,
berada dalam kelas para pencari ilmu. Berada dalam satu kelas bersama aneka
karakter manusia dengan model belajar yang berbeda. Ada yang sibuk sendiri
dengan ketak-ketik suara laptop , ada yang asik dengan tulis menulis kertas
mencari variabel metode penelitian, ada yang diskusi serius bersama kelompok
atau asik dengan laptop entah membahas materi kuliah atau copy mengcopy film terbaru. Bahkan ada yang seru sekali
berdiskusi tentang teman sendiri yang dirasa sering mangkir mengerjakan tugas
kelompok.
Usia mereka pun beragam, ada
yang sudah punya cucu, ada yang sudah setengah abad, ada yang tengah memasuki
puber kedua, ada juga yang repot dengan anak pertama yang sering sakit-sakitan,
ada lagi yang berusia di masa-masa gundah gulana mencari pasangan hati, juga
bahkan ada yang baru lulus kuliah S1 lalu diminta orang tuanya langsung lanjut
S2. Bagi yang baru lulus S1 langsung ke S2 ini, wajahnya masih sangat terlihat
muda, bahkan dipakaikan seragam SMA pun masih pantas-pantas saja.
Kemudian yang ku mulai amati
adalah tentang kinerja mereka akan pelajaran yang mereka alami. Ada yang sibuk
menenteng aneka buku mata kuliah, di taruh di dalam plastik besar karena capek
menenteng dan tas sudah penuh dengan laptop juga perbekalan, ada lagi yang
santai saja masuk kuliah tanpa persiapan. Otaknya kosong bahkan bersih tak
terisi, ia hanya siap untuk duduk dan membuka telinga berusaha menyerap materi
walau sebenarnya dari tadi jemarinya sibuk mengetik sms karena ada yang
diurusi. Sampai kemudian ia bingung sendiri dengan aneka istilah materi
perkuliahan dan tugas yang diberi sang dosen. Dan akhinya pada mbah googlelah
ia mencari tahu jawabannya karena sudah lama mengernyitkan dahi namun tak jua
mengerti maksud sederet kalimat dan slide yang ditampilkan pemberi materi.
Bahkan ada yang santai saja
mengobrol saat dosen memberi penjelasan, namun ada juga yang terus menulis
perkataan sang dosen. Berharap tulisannya ini bisa menjadi senjata ampuh saat
musim UTS atau UAS datang. Ada juga yang terlihat santai tak memperhatikan tapi
begitu pintar saat melempar pertanyaan bahkan ia mampu menjawab secara
sistematis dan baik dari pertanyaan-pertanyaan sang dosen dan teman lainnya.
Dan ternyata ia memang telah melahap aneka buku dan jurnal ilmiah sebelumnya,
saat ditanya bagaimana bisa otakmu begitu cepat nyambung dengan materi
dan istilah-istilah asing yang diumbar sang dosen. Saya suka belajar, hanya itu
jawabannya. Simple tapi tepat sasaran.
Lalu adakah skill yang
bertambah bagi mereka para penyandang pasca sarjana ?
Adakah perubahan positif yang
signifikan bagi mereka mahasiswa S2?
Adakah nilai lebih bagi mereka
yang bergelar magister dibanding yang hanya strata satu?
Kau yang tentukan sendiri!
Kau yang tentukan sendiri!