Selasa, 19 Agustus 2014

BASA-BASI



Apa guna basa-basi? Sedangkan setiap tulisan tentu akan berbasi-basi dulu lewat kata pengantar, baru masuk ke bagian inti pembahasan.

Apa pentingnya basa-basi? Sedangkan kenyataannya beberapa orang senang dipuja-puji, tak kasar apalagi emosi dan bicara to the point.

Apa maksudnya basa-basi? Sedangkan pada intinya isi basa-basinya lebih banyak gombalnya dari pada fakta. Sekedar ingin membuai agar tercapai tujuan.

Apa gerangan berbasa-basi? Sedangkan sebuah ketulusan hanya memerlukan sebuah kejujuran bukanlah kebohongan yang dibuat ada.

Apa tujuan basa-basi? Sedangkan hidup tak melulu berselimut suka, tapi bergelombang dan berkabut pula bersama duka.

Lalu apa perlu berbasa-basi? Sekedar kata pengantar atau ingin menutupi fakta dan data yang ada. Sekedar ingin mengakrabkan diri atau hanya ingin menggombal tebar pesona. Sekedar cari perhatian atau serius memang peduli. Sekedar cari sensasi atau memberi solusi.

Pada kenyataannya beberapa manusia suka dengan basa-basi, tidak langsung to the point ke inti pembahasan. Takut kaget nantinya, tak berimbang isinya, tak memberi jelas datanya. Hingga basa-basi pun dianggap penting dan berguna.

Namun ada juga beberapa manusia di sudut lain tak suka basa-basi, lebih senang to the point, lebih nyambung jika langsung ke inti permasalahan, lebih nyaman dengan tanpa basa-basi, agar tak makan banyak waktu dan bisa segera bertindak untuk mencari solusi.

Basa-basi bisa dianggap tak perlu jika bermaksud menjilat, membuai seseorang agar lupa dan terlena dengan kenyataan di depan mata. Membuatnya mengandai dengan jurus gombal-gembelnya bermaksud menjerat dan memikat tanpa beri bukti.

Tapi basa-basi bisa dianggap perlu jika hanya ingin membuat gambaran atau bayangan sebelum masuk ke inti permasalahan, agar tak salah paham dan salah persepsi. Basa-basi yang tepat guna dan tepat sasaran ini sama sekali tak ingin membuat pembuaian berlebihan terhadap sesuatu, karena hanya sekedar. Hemat kata basa-basi ini bukanlah mengharap puja-puji, karena bangga atas diri yang padahal cuma kuli pada nafsunya sendiri demi mencapai tujuan pribadi.

DATAR



Setiap manusia dilahirkan mempunyai rasa, tentang bahagia dan sedih, tentang suka dan duka, tentang gembira dan sengsara. Tak ada manusia yang tak memiliki rasa, apalagi sampai tidak bisa merasa. Bahkan bayi pun punya rasa, saat lapar dia akan menangis, saat kenyang ia akan ceria tertawa. Tapi anehnya ada loh manusia yang setengah rasa, alias cenderung flat. Santai menghadapi ini dan itu, tenang saja dengan semuanya, datar tak bergejolak.

Entah apa yang menyebabkan manusia yang satu ini cenderung flat dengan semua. Eh tapi nggak flat juga sih, kadang doi mellow abis dengan yang mengharu biru, rada sensitif dengan yang berbau duka. Tapi kalau diberi hadiah anehnya responnya datar saja nggak ada sama sekali tanda girangnya. Seperti tak menghargai pemberian orang lain, tak berterimakasih atas hadiah orang lain. Cuma sekedar mengucap terimakasih dengan wajah sendu cenderung datar. Tentu hal ini membuat doi tak enak hati karena dibilang tak menghargai hingga khawatir menyakiti. Padahal tak ada maksud dengan itu, tapi penyimpulan orang lain kadang tak bisa dipaksa.

Maka suatu hari doi pun ingin bisa ekspresif merespon semua yang terjadi di depan matanya. Merubah sikap agar tak selalu santai dan cuek, lebih berekpresi saat menghadapi momen-momen penting atau tak penting. Karena yang penting doi bisa lebih meluapkan apa yang di rasa di hatinya lewat mimik wajahnya, karena wajah datar terlalu menyakiti hati orang lain yang peduli padanya, karena doi tak ingin ada miss komunikasi dengan siapapun itu.

Tapi bagaimana cara belajar ekspresif? Sedangkan datar dan santai dirinya sudah bawaan bayi. Apa dengan lebih banyak senyum, lebih banyak ketawa atau lebih banyak menarik kedua ujung bibir sepanjang hari. Tidak planga-plongo saat merespon, bingung-bingung saat  ditanya, apalagi sampai cuek memalingkan wajah.

Susah kalau sudah bawaan orok, sikap flatnya ini seperti sudah menyatu padanya. Doi ini lebih nyaman dan nyambung jika berekspresi lewat tulisan. Karena jika lewat dunia nyata, beradu pandang, bertatap muka maka yang ada hanya datar seolah acuh. Padahal sebenarnya doi peduli, tapi tak bisa di depan mengekspresikannya. Bahkan saking datarnya, senyum yang muncul pun hanya sekedarnya, tak mengembang indah.

Sayang sebenarnya jenis manusia seperti ini, mungkin dulu waktu kecilnya mentalnya tak kuat seperti baja, terlalu banyak ditimpa nestapa, tak banyak ceria di dekatnya. Hingga pada akhirnya doi berlalu dan memilih pada datar saja dan kembali lelap untuk tak berlebihan. Maka baiknya mulai sekarang buatlah diri untuk mau ekspresif tak melulu kan orang ekspresif itu lebay, beri ruang pada hatimu untuk mengubur saja segala yang yang dianggap duka, ganti saja itu dengan ceria dan suka, agar terang kembali jiwamu, cerah kembali hatimu dengan rasa yang lebih berwarna.

Hmmm,,, mari ekspresif!

PERANG STATUS



Ada beberapa manusia yang selalu merasa perlu mengabarkan dirinya pada sekitar. Apa yang terjadi padanya, apa sedang dilakukannya, apa yang sedang menimpanya dan apa pula yang sedang dirasakan olehnya. Manusia-manusia tipe ini mungkin hendak berbuat baik pada teman-teman yang sibuk, teman-temannya yang tak sempat bertanya kabar padanya, maka dari itu dia merasa perlu untuk mengupdate sendiri statusnya, baik di bbm, fb, twitter, path, whatsapp dll. So, kebaikannya ini tentu harus diapresiasi dan dihargai bukan justru dicibir dan dianggap tak penting. Karena penting dan tidak pentingnya suatu hal itu tergantung bagi individu, setiap individu punya kebutuhan yang berbeda jadi artinya kepentingan mereka juga tak bisa disama ratakan satu dengan yang lainnya. 

Namun sayangnya pemberian kabar tentang dirinya pada publik dan khalayak umum itu kadang tak sadar terlihat kurang dewasa. Dimana dia lebih suka mengkonfirmasi suatu hal lewat status ketimbang bicara langsung ke orang yang dimaksud. Entah apa yang dirasakannya, bahwa sebuah permasalahan sangat membutuhkan konfirmasi dan penyelesaian secara REAL dan bukan menjelaskan lewat status. Sampai kemudian ada segelintir orang yang senang melakukan perang status, mencoba mengkonfirmasi permasalahan lewat status, bermaksud menjelaskan duduk persoalan lewat status. Sampai lalu bukan terang yang didapat dan bukan pula solusi yang dihasilkan. Tapi justru melebarnya masalah karena jadi banyak orang yang tahu dan juga meluasnya persoalan karena banyak masukan yang keliru.  

Jika seperti itu maka berarti manusia tersebut tak bisa menghargai dirinya sendiri, jadi bagaimana dia bisa menghargai orang lain, karena dia sendiri tak bisa membedakan dan membagi mana yang baik dan tidak baik untuk dibuat status dan bisa dibagi ke publik. Maka bersikaplah ksatria dan dewasa untuk kembali berpikir sebelum membuat status. Buatlah status yang mencerahkan terutama dalam menggali makna diri dan bukan status ingin menyakiti atau sekedar mencari sensasi demi eksistensi diri namun kosong tak ada isi.