Bolehkah ku
tahu bagaimana tipe ayah atau bapak kalian di rumah? Cuek, penuh ceria, hobi
ngomel atau baik hati? Setiap laki-laki dewasa yang berlabel ayah atau bapak
ternyata punya keunikan sendiri. Tak bisa kita iri hati melihat ayah teman rasanya
lebih hebat dari ayah sendiri.
Ungkapan cinta
dan cara berpikir para ayah atau bapak punya cara sendiri-sendiri. Tak bisa disamaratakan harus
begini dan mesti begitu, karena rasanya tak enak mata jika semua warna bunga
hanya merah semata. Maka jadilah menyelami pikiran dan hati ayah sendiri adalah sebuah pekerjaan
rumah tanpa nilai guru, yang harus dipahami apa dan kenapanya.
Ayahku bagiku visioner buktinya beberapa sikap
dan lakunya menunjukkan bahwa pola pikirnya jauh ke depan. Dimulai dari membeli
kamera canon yang gede macam fotografer, ayah sudah lama membelinya sejak
sebelum booming fotographi lalu klub pota –poto abege zaman sekarang merebak
bak jamur di musim hujan.
Lalu infocus, sekarang sekolah-sekolah pada punya infocus setiap kelasnya. Tapi ayahku sudah membeli infocus sejak tiga tahun yang lalu untuk sekolahnya, melengkapi media pembelajaran dan mendukung acara-acara tertentu di kemudian hari. Tapi sayang infocusnya rusak sekarang, entah gara-gara apa tapi karena saya yang terakhir memakai, maka jadilah saya tertuduh utama hiks hiks. Padahal nggak pernah saya nimpukin pake batu kali tuh ke infocus. wkwkwk …
Lalu infocus, sekarang sekolah-sekolah pada punya infocus setiap kelasnya. Tapi ayahku sudah membeli infocus sejak tiga tahun yang lalu untuk sekolahnya, melengkapi media pembelajaran dan mendukung acara-acara tertentu di kemudian hari. Tapi sayang infocusnya rusak sekarang, entah gara-gara apa tapi karena saya yang terakhir memakai, maka jadilah saya tertuduh utama hiks hiks. Padahal nggak pernah saya nimpukin pake batu kali tuh ke infocus. wkwkwk …
Terus juga
masalah pendidikan madrasah, yang terkesan agak minus dibanding sekolah lain.
Ayah sampai study banding ke sekolah madrasah yang punya kelas bilingual. Wuih,
doi kagum dan speechless madrasah yang terkesan kurang bisa punya pembelajaran
modern bin kece badai macam kelas mahal di sekolah internasional. Jadilah itu
mimpi ayah empat tahun yang lalu. Dan sekarang kelas bilingual dengan kurikulum
global itu sudah tersedia dan ada di madrasah yang dirintisnya sejak 20 tahun
yang lalu. Terbukti, peminatnya banyak karena berkembangnya zaman dan semakin
majunya dunia ilmu pendidikan memang membutuhkan perubahan dengan metode
pengajaran dan suasana belajar yang kreatif juga menyenangkan bagi anak.
Terakhir itu masalah bel, yang dipasangnya di
dalam rumah. Bukan bel di luar pintu rumah untuk orang yang ingin bertamu ke
rumah loh. Tapi ini BEL di DALAM rumah, karena rumah kami cukup luas bahkan
sampai perlu naik angkot dua kali lalu naik ojek saat harus pergi ke dapur #lebay
hihihi. Maka jarang ada yang mendengar lalu menghampirinya, saat ayah berteriak
memanggil untuk minta tolong pada anaknya yang sedang berada di ruang belakang.
Alhasil, ayah membeli bel lalu dipasang di dalam rumah. Jadi tombol belnya ini
ditaruh di samping kasurnya, lalu kotak suara bunyi belnya di taruh di ruang
belakang. Maka jadilah kalau bel itu bunyi, pertanda bahwa ayahanda tengah
memanggil dan membutuhkan pertolongan dengan segera. Canggih bin visioner kan ayahku tercinta?
Hehehe…
Tapi karena
saya profesi guru dan setiap hari dengar suara bel baik sebagai pertanda ganti pelajaran, tanda
masuk sekolah, istirahat dan pulang sekolah. Maka saya jadi bingung sendiri dan sulit
membedakan, ini rumah apa sekolah atau ini sekolah apa rumah??? HAHAHA…