Manusia sering kali hanya terselimuti nafsu dilisannya,
ucapnya pun terbungkus prasangka, bicaranya terhelai gundah gulana. Maka biar
saja lidah manusia-manusia itu menceracau tak jelas, berkicau nyaring
membicarakan kejelekan orang lain, berbicara seenak jidat karena memang tak
jauh pikirnya bukan karena merasa peduli tapi memang hanya nafsu yang sering
diturutinya.
Walau terkadang baik hatinya, peduli terlihat,
ringan memberi, gemar berderma. Tapi khilaf dan lalai sering kali terjadi lalu
mencederai kebaikannya yang dulu-dulu. Maka biar saja dengan ucapannya,
menceracau hingga memekakkan telinga seolah menyayat duka pada hati yang sendu. Karena
memang nafsunya sedang menyelimuti lisannya saat itu.
Maka biar saja ucapnya berkicau dan kembalilah berlalu
pada sebuah nyata bahwa manusia terbatas akalnya hingga lisan tak bisa mengucap
baik. Walau kau merasa sakit di hati, kecewa merasa maka buang saja sakitmu. Dan
kembali pada sebuah hakikat bahwa manusia memang dibungkus nafsu pada seluruh
sendi anggota tubuhnya, hingga jika tak dijaga maka ia akan berlari liar
menggelinding dan menghantam segala batas pagar norma hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar