Setiap manusia dilahirkan mempunyai rasa, tentang
bahagia dan sedih, tentang suka dan duka, tentang gembira dan sengsara. Tak ada
manusia yang tak memiliki rasa, apalagi sampai tidak bisa merasa. Bahkan bayi
pun punya rasa, saat lapar dia akan menangis, saat kenyang ia akan ceria
tertawa. Tapi anehnya ada loh manusia yang setengah rasa, alias cenderung flat.
Santai menghadapi ini dan itu, tenang saja dengan semuanya, datar tak
bergejolak.
Entah apa yang menyebabkan manusia yang satu ini
cenderung flat dengan semua. Eh tapi nggak flat juga sih, kadang doi mellow
abis dengan yang mengharu biru, rada sensitif dengan yang berbau duka. Tapi
kalau diberi hadiah anehnya responnya datar saja nggak ada sama sekali tanda
girangnya. Seperti tak menghargai pemberian orang lain, tak berterimakasih atas
hadiah orang lain. Cuma sekedar mengucap terimakasih dengan wajah sendu
cenderung datar. Tentu hal ini membuat doi tak enak hati karena dibilang tak
menghargai hingga khawatir menyakiti. Padahal tak ada maksud dengan itu, tapi
penyimpulan orang lain kadang tak bisa dipaksa.
Maka suatu hari doi pun ingin bisa ekspresif merespon
semua yang terjadi di depan matanya. Merubah sikap agar tak selalu santai dan
cuek, lebih berekpresi saat menghadapi momen-momen penting atau tak penting.
Karena yang penting doi bisa lebih meluapkan apa yang di rasa di hatinya lewat
mimik wajahnya, karena wajah datar terlalu menyakiti hati orang lain yang
peduli padanya, karena doi tak ingin ada miss komunikasi dengan siapapun
itu.
Tapi bagaimana cara belajar ekspresif? Sedangkan datar
dan santai dirinya sudah bawaan bayi. Apa dengan lebih banyak senyum, lebih
banyak ketawa atau lebih banyak menarik kedua ujung bibir sepanjang hari. Tidak
planga-plongo saat merespon, bingung-bingung saat ditanya, apalagi sampai cuek memalingkan
wajah.
Susah kalau sudah bawaan orok, sikap flatnya ini
seperti sudah menyatu padanya. Doi ini lebih nyaman dan nyambung jika
berekspresi lewat tulisan. Karena jika lewat dunia nyata, beradu pandang,
bertatap muka maka yang ada hanya datar seolah acuh. Padahal sebenarnya doi
peduli, tapi tak bisa di depan mengekspresikannya. Bahkan saking datarnya,
senyum yang muncul pun hanya sekedarnya, tak mengembang indah.
Sayang sebenarnya jenis manusia seperti ini, mungkin dulu
waktu kecilnya mentalnya tak kuat seperti baja, terlalu banyak ditimpa nestapa,
tak banyak ceria di dekatnya. Hingga pada akhirnya doi berlalu dan memilih pada
datar saja dan kembali lelap untuk tak berlebihan. Maka baiknya mulai sekarang
buatlah diri untuk mau ekspresif tak melulu kan orang ekspresif itu lebay, beri
ruang pada hatimu untuk mengubur saja segala yang yang dianggap duka, ganti
saja itu dengan ceria dan suka, agar terang kembali jiwamu, cerah kembali
hatimu dengan rasa yang lebih berwarna.
Hmmm,,, mari ekspresif!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar